Thursday, October 1, 2009

Di manakah Kitab Al-Dur Al-Manzum?

Di dalam bibliografi buku Egyptology : The Missing Link : Ancient Egypt in Medieval Writings karya Okasha El Daly diterbitkan oleh UCL Press (2005) ada catatan tentang Kitab Al-Dur Al-Manzum ~ Al-Ghalani, Muhammad al-Kashnawi (d.1741) ~ 2 vols, Cairo: Al-Halabi, 1961.

Peranan penting yang dimainkan Pasai dalam penyebaran Islam ke seluruh Nusantara dimungkinkan karena hubungan itu berkaitan erat dengan kegiatan perdagangan yang sekaligus bertindak sebagai pendakwah demi pengembangan agama Islam.

Sumber informasi dari Dinasti Yuan menyebutkan bahwa pada tahun 1282 Kerajaan Pasai mengirimkan dua orang utusan yang bernama Sulaiman dan Samsuddin ke Istana Kaisar Cina. Ini menunjukan bahwa orang-orang Islam telah menduduki posisi penting dalam pemerintahan di Kerajaan Pasai yang dipimpin Malik Al-Saleh.

Pada pusat pemerintahan di Pasai, kegiatan keagamaan cukup semarak, hal ini
terutama dapat diperlihatkan kehidupan keagamaan di istana. Contoh konkrit tentang hal ini ialah pada masa pemerintahan Malik Al-Zahir, Ibnu Batutah menyebutkan kunjungannya ke sana pada tahun 1345 dan Sultan Malik Al-Zahir, raja yang taat kepada ajaran Nabi Muhammad SAW.

Baginda sentiasa dikelilingi oleh para ahli agama teologi Islam di antaranya ialah Qadi Syarif Amir Sayyid dari Shiraz, dan Tajal-Din dari Isfahan. Ditinjau dari sudut perkembangan agama Islam, Pasai dapat kita katakan sebagai pusat penyiaran agama Islam di Nusantara dan kawasan Asia Tenggara.

Sejarah Melayu (edisi Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi) menceritakan bahawa di tanah Arab ada seorang alim bernama Maulana Abu Ishak yang mahir ilmu tasawuf. Beliau mengarang kitab Durru’l-Manzum dan mengajarkan isi kitab ini kepada muridnya Abu Bakar.

Kemudian muridnya belayar ke Melaka untuk mengajarkan isi kitab ini kepada Sultan Mansur Shah. Baginda sangat memuliakan Maulana Abu Bakar dan berguru
kepadanya. Baginda juga mengirimkan kitab itu ke Pasai untuk diterjemahkan. Sultan Pasai menyerahkan tugas itu kepada Makhdum Petakan, salah seorang alim di Kerajaan Pasai.

Kitab yang diterjemahkan itu dihantarkan ke Melaka. Sultan Mansur Shah terlalu sukacita melihatnya. Baginda menunjukkan kitab Durru’l-Manzum tersebut kepada Maulana Abu Bakar. Kisah tentang penterjemah kitab Durru’l-Manzum yang disebut di atas diambil dari Teuku Ibrahim Alfian, yang selanjutnya juga melukiskan sebuah riwayat yang lain diambil dari Sejarah Melayu, bahwa ketika timbul masalah mengenai: “Apakah segala isi syurga itu, kekalkah ia dalam syurga dan segala isi neraka itu, kekalkah ia di dalam neraka?”

Sultan Mansur Shah mengutus Tun Bija Wangsa untuk bertanya masalah itu ke Pasai. Sultan Pasai bertitah kepada Makhdum Muda untuk menyiapkan jawapan terhadap masalah itu, lalu dibawakan kepada Maulana Abu Bakar. Sultan Melaka turut memuji Makhdum tersebut.
 
Original Template By : uniQue  |    Modified and Maintained By : Shali+Zai